Minggu, 22 April 2012

naskah


Guru yang.........
Di suatu pagi di sebuah sekolah yang berada di desa terpencil, berdiri sebuah sekolah yang sangat aktif dalam bermain. Ditemani oleh seorang guru yang masih muda,sekolah itu terus berusaha untuk maju.
Pak guru  : Anak-anak ayo cepat masuk!......sudah jam 07.00
(Setelah anak-anak berkumpul dan duduk)
Aminah           : lho pak guru, biasanyakan masuk jam 08.00 !?
Pak Guru         : itu kan kalo gak ada pengawas sekolah......!
Seno                : terus kita gak jadi maen pak guru?!
Pak Guru         : maennya nanti kalau pengawas sekolahnya sudah pulang.
Supri                : berarti sekarang pak guru ngajar mulai jam 7 ya !?
Pak Guru         : beeegghh... ya mesti saja.
Supri               : mau nagajar apa pak guru? Masak pak guru mau ngajar agama...jek kemarin saja pak guru ngajari saya membaca.
Pak Guru         : lha... makanya, sekarang kalian belajar membaca lebih awal lagi, biar nanti pak pengawas datang, kalian dipuji. (diam agak lama, kemudian berkeliling ketempat para muridnya dan mengeluarkan angin) ttuuuuuiiiuuuut, (lalu berjalan menjauh lagi). (sambil menutup lubang hidung) puhh.... siapa yang kentut ini??? baunya begh gak kuat pak guru. (kemudian menunjuk ketua kelasnya) min, amin, kamu sebagai ketua kelas di sini harus bisa menyelesaikan masalah dengan cerdas. Sekarang kamu cari siapa yang kentut. Setelah ketemu, lapor pak guru.
Aminah           : (dengan siap lagsung berdiri dengan posisi hormat) siaaaap paak! (kemudian berjalan-jalan mengelilingi para murid yang lain). Hai nak-anak sapah se kentut ini
(para murid lainnya diam karena takut sama si Aminah. Aminah memasang tampang sangar seperti seorang detektif dan berjalan mengelilingi murid yang lain)
Aminah           : No, Seno, kamu yang kentut?
Seno                : bbuukan buuukan Min. Saya tidak kentut
(kemudian amin berjalan lagi ke murid selanjutnya)
Aminah           : Pri, Supri, kamu ya yang kentut (dengan nada menuduh)
Supri               : behhh... bukan saya Min... saya sudah buang air besar waktu main tadi.
Aminah           : beeehh..terus siapa yang kentut (dengan wajah penuh keheranan)
(karena tidak ada yang bersuara maka si aminah melapor ke pak gurunya)
Aminah           : lapor pak guru...anak-anak tidak ada yang kentut.
Pak Guru         : lho...kamu kok yah?
Aminah           : iya pak...jek anak-anak diam semua, tidak ada yang mengaku.
Pak Guru         : min, minah, orang mencuri itu tidak ada yang ngaku kalu dia mencuri. Kalau semua orang mengaku mencuri, terus siapa yang nagjar kamu...?
Aminah           : (dengan suara lantang dan kaget) behh... beerarti bapak mencuri juga...?
Pak Guru         : sssssstt...jangan rame-rame. Bapak tidak sampe mencuri banyak kok, cuma sedikit. Mencuri hatinya bu guru....
Aminah           : behh berarti bu guru sekarang tidak punya hati ya pak?! Pantas saja bu guru jadi galak...
Pak Guru         : bukan kayak gitu min... kalo galaknya memang sudah dari dulu.
Aminah           : iya pak... anak-anak kalo setiap pelajarannya bu guru takut semua pak....untung saja bu guru ngajarnya cuma 10 menit sebelum belnya bunyi. Coba kalau ngajarnya mulai bel pertama....pasti anak-anak takut semua pak.
Pak Guru         : behhh kamu jadi lupa min mencari siapa yang kentut tadi....(beralih ke murid lainnya yang sedang duduk) heii, bau kentutnya sudah hilang apa belum?
Seno                : (membuka hidungnya, kemudian mengendus-endus) belum pak (menutup kembali hidungnya) puhh pak baunya engak telur busuk.
Pak Guru         : ya sudah.....cepat hirup udaranya, biar baunya cepat habis...jangan sampek waktu pak pengawas datang bau kentutnya masih tersisa.
Para murid      : siiaaaaaaap paaakk! (aminah langsung kembali ke bangkunya....para murid berlomba-lomba mengendus bau kentut yang keluar dari perut pak gurunya)
Pak Guru         :(membelakangi para murid, tertawa tertahan) kikikikikikik.....(kembali menghadap ke muridnya) suah selesai?
Para murid      : sudah pakk.
Pak Guru         : sekarang pak guru yang tanya sama kalian. Siapa yang kentut barusn?
Para murid      : (secara serempak menjawab) tiadak ada pakkk!
Aminah           : tadi anak-anak tidak ada yang mengaku pak...
Seno                : (dengan wajah bersungut-sungut) memang bukan saya min.
Supri               : saya juga tidak kentut....
Aminah           : lha terus siapa??? Saya juga tidak kentut kok!
Pak Guru         : saya tanya ya...di kelas ini ada cuma 4 orang kan?
Aminah           : iya pak.... dul sakit pak, terus mina disuruh ibunya ngarek pak...
Pak Guru         : saya tidak tanya yang tidak masuk. Kalau yang tidak masuk itu kan pasti ada masalah .....
Aminah           : (langsunga menyela) pak....berarti guru yang lain setiap hari punya masalah ya... ?
Pak Guru         : saya sudah bilang....tidak usah ngurusi yang masih punya masalah. Sekarang saya tanya lagi, kalau murid yang 3 ini tidak ada yang kentut, terus siapa yang kentut?
(para murid saling berpandangan kemudian menggelengkan kepala).
Aminah           : tidak tahu pak......
Seno                : (agak berbisik) ehh.....di sini dulu katanya orang-orang banyak setannya.....
Supri               : (berfikir sejenak langsung menimpali) iya, pak tono bilang pernah lihat makhluk tuhan yang lain di sini....
Aminah           : iya.....kemarin pak guru juga bilang kalau pernah melihat makhluk tuhan yang lain di sini...jangan-jangan yang kentut itu (dengan wajah agak ketakutan) setan.....hiiiiiiiiiiiii
Para murid      : hiiiiiiiiiii
Aminah           : pak guru...jangan-jangan yang kentut tadi itu........setannn
Para murid      : hiii
(sang guru hanya bisa tertawa melihat kekonyolan yang dibuat murid-muridnya)
Pak Guru         : saya tanya lagi ya... di kelas ini kan cuma 4 orang, yang 3 itu kalian. Kalian kan tidak kentut. Terus siapa yang kentut. Terus siapa yang kentut?
Para murid      : (menjawab serempak seraya berbisik dan saling berdekatan) setan... pak guru.
Pak Guru         : behhh kalian kok berani-beraninya bilang pak guru ini setan...memang pak guru ini setan apa?
Para murid      : (saling berpandangan) beeehh jadi yang kentut tadi itu pak guru?
Pak Guru         : (tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya) ya jelas saja....siapa lagi yang kentut...hahaahhahah
(suasana yang pertama agak seram karena murid-murid yang ketakutan, jadi riuh oleh gelak tawa sang guru)
Aminah           : Seno, Pri, saya sekarang sedang ada masalah sama pak guru. Saya mau pulang dulu. (mengambil tasnya dan berpamitan pada gurunya) pak guru, saya sekarang mau pulang, saya sedang ada masalah sama pak guru.
Seno & Supri  : saya juga pak...
Supri               : tahu gini lebih baik saya belajar di rumah sama kakek saya.
Para murid      : Assalamualaikum..........
Pak Guru         : behhh.....


jenis makna


RAGAM MAKNA


Bahasa merupakan sistem lambang arbiter yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana,1982:17). Bahasa digunakan dalam Setiap interaksi yang berada di lingkungan masyarakat. Keterkaitan bahasa dalam interaksi masyarakat itulah yang menimbulkan makna. Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti (cf. Grice, 1985; Bolinger, 1981:108 dalam Aminuddin). Makna tidak terlepas dari konseptualisasi, baik secara kolektif maupun individual, sehingga makna dalam sebuah kosakata antara yang satu dengan yang lain dalam kesadaran pemakainya dapat memberi asosiasi hubungan tertentu. Makna merupakan gambaran gagasan dari suatu bentuk bahasa. Jenis makna merupakan berbagai ragam makna yang terdapat dalam sebuah bahasa. Adanya jenis makna menunjukkan adanya perbedaan makna. Kajian makna lazim disebut”semantik”. Istilah semantik digunakan untuk mempelajari hubungan antara tanda-tanda dengan hal-hal yang ditandainya yang disebut makna atau arti. Meskipun makna kata itu beraneka ragam, namun tetap memilki makna dasar (pusat). Penentuan makna dasar bisa dipecahkan dengan melihat KBBI.
            Ragam makna dalam sebuah bahasa dibagi menjadi dua yaitu:
a)      Makna leksikal, dibagi menjadi dua:
Makna umum
·         Makna langsung
Makna khusus
                                                                 Makna konotatif
·         Makna kiasan                         makna afektif
Makna stilistik             piktoral
Makna reflektif   
Makna kolokatif          gereplektif
Makna idiomatis
b)      Makna struktural, dibagi menjadi:
·         Makna garamatikal
·         Makna tematis

1.1  Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, objek dan lain-lain. Menurut Djajasudarma (1999: 13) makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain. Makna ini dimiliki unsur bahasa terlepas dari penggunaan atau konteksnya.
Contoh:           Tikus itu mati diterkam kucing.
                        Yang menjadi tikus di kantor kami ternyata orang dalam.
Makna leksikal adalah gambaran nyata tentang suatu benda, hal, konsep, objek,dan lain-lain yang dilambangkan oleh kata. Makna leksikal dapat berubah ke dalam makna gramatik secara operasional.
Contoh:
-          polisi memasang belenggu  pada kaki dan tangan pencuri yang baru tertangkap itu
-          mereka terlepas dar belenggu penjajahan.
Makna leksikal dibagi menjadi dua yaitu: 1) makna langsung (konseptual), 2) makna kiasan (assosiatif).

1)      Makna langsung (konseptual)
Makna langsung (konseptual) adalah makna kata atau leksem yang didasarkan atas penunjukan yang langsung (lugas) pada suatu hal atau objek di luar bahasa. Makna langsung atau makna lugas bersifat objektif karena langsung menunjuk objeknya. Makna langsung juga mempunyai istilah lain seperti makna denotatif, makna kognitif, makna ideasional, makna konseptual, makna logikal, makna proposional dan makna pusat.            
Berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya, makna langsung dibedakan atas makna umum/ luas dan makna sempit/khusus.
a)      Makna umum/luas.
Makna umum/ luas ialah makna yang lebih luas atau lebih umum dari makna pusatnya. Kata-kata yang memilki makna luas digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas dapat menjadi memiliki makna sempit. Contoh:
Ia pergi ke sekolah
Ia sekolah lagi ke Amerika.
b)     Makna sempit/khusus
Makna sempit/khusus adalah makna ujaran yang lebih sempit atau khusus daripada makna pusatnya. Makna luas dapat menyempit, atau suatu kata yang asalnya memiliki makna luas dapat menjadi memiliki makna sempit.
Contoh:
Saudara           - saudara kandung, saudara tiri, dan saudara sepupu.
Garis                - garis bapak, garis miring.
Prof. Dr. H. Yus Rusyana adalah ahli sastra.

2)      Makna Kiasan (Assosiatif)
Makna kiasan atau assosiatif adalah makna kata atau leksem yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul pada penyapa dan pesapa. Makna ini muncul akibat assosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap leksem yang dilafalkan atau yang didengarkan. Makna kiasan dilihat dari nilai rasa yang terkandung didalamnya, makna kiasan dibedakan atas makna konotatif, makna stilistik, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif, dan makna idiomatis.
a)      Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang tidak langsung menunjukkan hal, benda, atau objek yang diacunya. Makna konotatif biasanya mengandung perasaan, kenangan, dan tafsiran terhadap objek lain. Makna konotatif merupakan pemakaian makna yang tidak sebenarnya.
Contoh:
Dialah bunga idamanku seorang.       
Di mana ada bunga berkembang, ke sanalah banyak kumbang datang.
Makna kata bunga dapat berubah karena digunakan dalam konteks kalimat. Makna sebuah kata sering bergantung pada konteks kalimat atau wacana. Makna ini sering disebut makna kontekstual. Makna kontekstual muncul akibat hubungan ujaran dari situasi pemakainya.
b)     Makna afektif
Makna afektif adalah makna yang timbul akibat reaksi pesapa terhadap penggunaan bahasa dalam dimensi rasa. Makna afektif adalah makna yang menimbulkan rasa  bagi pendengar. Makna ini berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah pesapa mendengar atau membaca kata sehingga menunjukkan adanya nilai emosional. Makna afektif disebut juga dengan makna emotif.
Contoh:           Anjing kamu, mampuslah!
                        Dasar bajingan!
Makna afektif ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan. Makna ini berhubungan dengan nilai rasa atau emosi pemakainya, ada sejumlah kata yang secara konseptual bermakna sama tetapi secara emosional memiliki nilai rasa yang berbeda. 
c)      Makna Stilistik
Stilisitika bertalian dengan gaya bahasa (figurative language) yaitu bahasa kias atau bahasa indah yang digunakan untuk meninggikan dan meningkatkan pengaruh (efek) dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan sauatu hal dengan hal lain. Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang dapat mengubah serta menimbulkan nilai rasa tertentu. Makna yang terkandung dalam gaya bahasa disebut makna stilistik atau makna figuratif.  Makna stilistik mencakup berbagai makna, seperti:
- ‘perbandingan’:         seperti air di daun keladi
                                    Laksana bulan purnama
                                    Semanis madu, sepahit empedu
- ‘pertentangan’,
Contoh:          
Aduh, bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di lantai.
Olah raga mendaki gunung memang menarik perhatian meskipun sangat berbahaya.
- ‘pertautan’:               tolong ambilkan gudang garam itu (=rokok)
                                    Beliau telah pulang kerahmatullah.
d)     Makna Reflektif
Makna reflektif adalah makna yang timbul akibat pesapa menghubungkan makna konseptual yang satu dengan makna konseptual yang lain sehingga menimbulkan refleksi (assosiasi) kepada makna lain. Makna ini cenderung mengacu pada hal-hal yang bersifat sakral (kepercayaan), tabu (larangan), atau tata krama (kesopanan). Makna reflektif yang berkaitan dengan dengan sakral dan tabu disebut makna piktoral, sedangkan yang berhubungan dengan kesopanan disebut makna gereplektif.
·         Makna Piktoral
Makna piktoral adalah makna suatu kata yang berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca. Kata-kata yang kurang pantas biasanya dianggap tabu, kurang sopan atau menjijikkan sehingga penyapa sering dicela sebagai orang yang kurang sopan. Makna piktoral ini dapat pula menyinggung perasaan pesapa, lebih-lebih jika penyapanya lebih rendah martabat atau kedudukannya daripada pesapa. Kata-kata yang kurang pantas seperti yang dihubungkan dengan seks, kotoran, kemtian dan cacat badan, biasanya kata-kata tersebut diganti dengan kata-kata lain yang lebih pantas dan halus (eufimistis).
Contoh :
buta aksara                 = tuna aksara
gelandangan               = tuna wisma
pelacur                        = tuna susila
bersetubuh                  = bersenggama
bangkai                       = jenazah
tewas (pejuang)          = gugur
·         Makna Gereplektif
Makna gereplektif atau makna pantangan adalah makna yang muncul akibat reaksi pemakai bahasa terhadap makna lain. Makna ini terdapat pada kata-kata yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang bersifat kepercayaan (magis). Kata-kata ini biasanya dianggap tabu  untuk diucapkan sehingga harus diganti dengan kata-kata lain yang bermakna sama.
Misalnya: jika kita pergi ke hutan malam hari, ada kepercayaan masyarakat untuk tidak mengucapkan harimau , jika diucapkan bisa bersua. Kata harimau bisa diganti dengan kata nenek, kyai, datuk atau raja hutan.
Contoh:
darah              = keringat
gajah              = kaki bumbung
ular                 = tali, ikat pinggang
e)      Makna Kolokatif
Kolokasi adalah seluruh kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang sama. Makna kolokatif berhubungan dengan ciri-ciri makna tertentu yang yang dimiliki sebuah kata dari sejumlah kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Makna kata-kata yang berkolokasi disebut makna kolokatif. Makna kolokatif lebih banyak berhubungan dengan makna dalam frasa.
Misalnya:         garam, gula cebe, yang berkolokasi dengan bumbu masak.
             cantik, molek, berkolokasi dengan wanita.
f)       Makna Idiomatis
Idiom atau ungkapan merupakan konstruksi unsur bahasa yang saling memilih. Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Masing-masing unsurnya mempunyai makna yang ada karena bersama yang lain. Makna yang terdapat dalam idiom disebut makna idiomatis. Makna idiomatis adalah makna yang tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada kata-kata yang menjadi unsurnya.
Contoh:           menjual gigi ‘tertawa keras-keras’
                                    membanting tulang ‘bekerja keras’
                        meja hijau ‘pengadilan.’

1.2  Makna Struktural
Makna struktural adalah makna yang muncul akibat hubungan antara bahasa yang satu dengan yang lain dalam satuan yang lebih besar, baik yang berkaitan dengan unsur fatis maupun unsur musis. Makna struktural yang berkaitan dengan dengan unsur fatis disebut makna gramatikal, sedangkan yang berkaitan dengan unsur musis disebut unsur tematis.
1)      Makna Gramatikal
Makna garamatikal adalah makna struktural yang muncul akibat hubungan antara unsur-unsur gramatikal dalam satuan garamatikal yang lebih besar. Misalnya hubungan morfem dengan morfem dalam kata, kata dengan kata lain dalam frasa atau klausa, dan frasa dengan frasa klausa atau kalimat.
Contoh:
a.       Morfem ter- + tabrak → tertabrak ‘tak sengaja’
b.      Unsur klausa: Dia akan pergi ke sekolah menunjukkan peran atau makna seperti:
dia                   ‘pelaku’
akan pergi       ‘tindakan’
ke sekolah        ‘lokatif’
2)      Makna Tematis
Makna tematis adalah makna yang muncul akibat penyapa memberi penekanan atau fokus pembicaraan pada salah satu bagian kalimat.
Misalnya: Ali anaknya dokter Ridwan menikah kemarin.
Kalimat tersebut memiliki berbagai makna akibat penekanan pada bagian kalimatnya:
-          Ali anaknya dokter Ridwan/ menikah kemarin.
-          Ali/ anaknya dokter Ridwan/ menikah kemarin.
-          Ali/ anaknya/ dokter Ridwan/ menikah kemarin.
-          Ali/ anaknya/ dokter/ Ridwan/ menikah kemarin.
-          Ali/ anaknya dokter/ Ridwan/ menikah kemarin.

Kesimpulan:
Jenis makna merupakan berbagai ragam makna yang terdapat dalam sebuah bahasa. Makna kata dalam Bahasa Indonesia beraneka ragam. Makna tersebut dibedakan menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna struktural. Makna leksikal terbagi lagi menjadi makna langsung dan makna kiasan. Makna langsung mencakup makna umum dan makna khusus. Makna kiasan mencakup makna konotatif, makna afektif, makna stilistik, makna replektif, makna kolokatif, dan makna idiomatis. Makna struktural terbagi menjadi dua yaitu makna gramatikal dan makna tematis. Secara umum, keanekaragaman makna dalam Bahasa Indonesia beraneka ragam karena berhubungan dengan pengalaman, sejarah, tujuan, dan perasaan pemakai bahasa.














DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Aminuddin, Tanpa tahun. Semantik: Pengantar Studi tentang Makna. Bandung:CV Sinar Baru.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Refika Aditama.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Sudaryat, Yayat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: CV Yrama Widya.
Universitas Jember. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: Unit Pelayanan Teknis Universitas Jember.