KAJIAN STILISTIKA NOVEL TAKBIR CINTA ZAHRANA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Stilistika
merupakan kajian sastra yaitu sebagai alat yang digunakan untuk menganalisis
karya sastra baik meliputi unsur intrinsiknya maupun unsur ekstrinsiknya. Pada hakikatnya
stilistika merupakan kajian yang menitikberatkan pada kajian gaya bahasa. Gaya
bahasa yang berhubungan dengan gaya bunyi, gaya diksi, gaya citraan dan majas.
Stilistika mengalami perombakan yang jauh lebih luas yang mana memandang
stilistika sebagai alat yang bisa digunakan untuk menganalisis unsur ekstrinsik
karya sastra misalnya: latar belakang pengarang, pendidikan pengarang, dan
sosial budaya dari pengarang. Hal tersebut mempunyai relevansi yang erat dan peran
yang penting dalam menghasilkan karya sastra. Kesinambungan tersebut akan
menciptakan sebuah karya yang kompleks yang akan tercermin karakteristik dari
pengarang tersebut.
Setiap
pengarang mempunyai ciri khas atau karakter yang berbeda satu sama lain. Karakter
tersebut dimanifestasikan dalam setiap karya yang ia ciptakan. Salah satu
pengarang yang berkarakter adalah Habiburrahman El Shirazy. Habiburrahman El
Shirazy yang kerap disapa dengan kang Abik adalah sastrawan sekaligus da’i muda
yang mulai mencuat namanya dengan hasil ekranisai dari novelnya yang berjudul Ayat-Ayat
Cinta (2004). Kang Abik memutuskan diri untuk menjadi penulis dengan aliran
sastra islami. Kebanyakan karyanya yang berasaskan diri tentang keislaman
terutama tentang cinta yang bernafaskan Islam. Salah satu karya novel tentang
problema cinta yaitu Takbir Cinta Zahrana. Novel ini bercerita tentang seorang
gadis yang sukses menata karirnya dilingkup pendidikan. Punya pekerjaan yang
terhormat dan bisa dibanggakan. Namun, ada satu poin yang menjadi gejolak jiwa
bagi setiap wanita yang sudah berusia matang yaitu pernikahan. Keputusan awal ia
lebih mengedepankan pendidikan dari pada berumah tangga, akibatnya Zahrana
dengan usia tiga puuh empat tahun belum menemukan jodoh yang ia harapkan. Berbagai
cobaan datang padanya, sampai suatu ketika diakhir cerita dia menemukan jodoh
yang tidak lain adalah mahasiswa bimbingannya waktu kuliah, yang umurnya
terpaut empat tahun lebih muda dari Zahrana.
Berikut
akan dipaparkan kajian stilistika dalam novel “Takbir Cinta Zahrana (TCZ)” karya
Habiburrahman El Shirazy. Tujuan kajian stilistika ini adalah untuk
mendeskripsikan yang fokus terhadap diksi, bahasa figuratif, citraan dan
pengungkapan makna yang berhubungan dengan sosio-kultural pengarang dalam novel
“Takbir Cinta Zahrana”. Stilistika novel
“Takbir Cinta Zahrana” karya Habiburrahman El Shirazy terletak pada
pemberdayaan penggunaan segenap potensi bahasa sebagai sarana sastra yang
memiliki daya ekspresi, makna assosiatif, kaya kata konotasi dan berunsur
islami. Stilistika TCZ akan nuansa intelektual yang tinggi yang selalu
dikolaborasikan dengan unsur religius. Muatan cerita TCZ adalah budaya Jawa
yaitu Jawa Tengah. Hal tersebut tidak pernah terlepas dari sosio-kultural kang
Abik yang hidup dan dibesarkan dikalangan keluarga etnik Jawa. Nuansa
intelektual yang dikolaborasikan dengan unsur keislaman tercermin dari
perjalanan hidupnya mengarungi dunia pendidikan pesantren baik di Indonesia
maupun di luar negeri (Kairo).
Stilistika
TCZ sebagai saran sastra yang terkesan ekspresif, assosiatif dan provokatif
dalam pemaparan cerita. Pengolahan diksi yang dimainkan dan penggunaan gaya
bahasa yang kompleks membuat entitas karyanya lebih menghidupkan lukisan
suasana, kondisi, sehingga memberikan efek kepada pembaca seolah-olah cerita atau
lukisan dalam karya tersebut benar-benar hidup. Perpaduan gaya bahasa dan
kreasi bahasa yang digunakan menimbulkan assosiasi yang lebih terkesan estetika
diksinya untuk menciptakan sebuah alur yang menyatu yaitu cinta yang bernuasa
islami, sehingga pembaca lebih mudah memahami.
1.1 Kajian
Stilistika: Diksi
Stilistika
pada pilihan kata atau diksi dalam novel TCZ ini sebagai berikut:
1) Kata Konotatif yang paling
Dominan.
Kata
konotatif ini menunjuk pada makna bukan sebenarnya atau kias. Makna konotatif
ini mempunyai peran aktif dalam menciptakan sebuah karya sastra dengan nilai
estetika yang tinggi.
Data:
Matanya berkaca-kaca. kalau
tidak ada kekuatan iman dalam dada ia mungkin memilih sirna dari dunia.
(TCZ:1)
Meskipun pahit ia
merasa masih akan bersabar meniti jalan terjal dan panjang sampai ia
menemukan mutiara yang ia harapkan.
(TCZ:4)
Analisis data:
Data di atas merupakan beberapa
cuplikan dalam novel TCZ, dari sekian kata-kata yang ditemukan banyak terdapat
kata konotatif. Bentuk kalimat “matanya berkaca-kaca” dikonotasikan sebagai
orang yang hendak menangis atau bahkan sudah mengalirkan air mata. Kata
konotatif selanjutnya, diksi meniti jalan terjal merupakan diksi yang
dikonotasikan sebagai menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan. Diksi
terjal ‘jurang’ dianalogikan sebagai keadaan hidup di dunia tidak lurus, namun
banyak rintangan yang akan dihadapi. Pemilihan kata selanjutnya adalah kata
“mutiara”, kata ini dianggap mewakili dari suatu bentuk keindahan yaitu sosok
lelaki yang diidamkan. Diksi-diksi yang bermakna konotatif tersebut diharapkan
pembaca mempunyai kesan estetika tersendiri yang lebih menyentuh jiwa dari
pembaca.
2) Kosa Kata Bahasa Jawa.
Dalam
novel TCZ ini banyak ditemukan kosa kata bahasa Jawa. Hal ini dilatarbelakangi
oleh faktor kultural pengarang yang dibesarkan di kalangang masyarakat etnik
Jawa. Kang Abik lahir di Semarang, Jawa Tengah. Faktor kultural ini yang
mempengaruhi dia dalam mencipta sebuah karya sastra.
Data:
...“kowe
mikir opo to nduk? kowe ngeteni opo? dadine kapan kowe kawin, nduk?”.
(TCZ:6)
“Kamu masih nunggu
yang bagaimana lagi, nduk?”
(TCZ:11)
Jika kau nekat itu
ibarat ulo marani pitik.
(TCZ:15)
“Boleh San. Kalian
semua ibu persilahkan dolan ke rumah ibu kapan saja”.
(TCZ:20)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan
kompleksnya kosa kata bahasa Jawa yang dipakai oleh pengarang, mulai dari kata,
pronomina, kata sapaan dan peribahasa dalam bahasa Jawa. Hal tersebut
dipengaruhi faktor kultural pengarang yaitu kemampuan berbahasa ibu yang sudah
fasih yaitu bahasa Jawa.
3) Kosa Kata Serapan: Bahasa Arab
Dalam
novel TCZ ini juga ditemukan penggunaan bahasa serapan yang berasal dari bahasa
asing yaitu bahasa Arab. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa asing ini
bertujuan untuk memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia.
Data:
Dialah sekarang
yang paling berkuasa di majelis itu.
(TCZ:10)
Dalam hati, ia istigfar
jika telah melukai ibunya.
(TCZ:12)
“... Mereka akan
membantumu, insya Allah.”
(TCZ:19)
“Baiklah ayah, tak kurang ikhtiar
saya. Untuk menemukan...”
(TCZ:28)
Persiapan perhelatan akad nikah dan walimatul
ursy di rumah Zahrana nyaris sempurna.
(TCZ:46)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan bahwa
pengarang banyak menggunakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab.
Pengarang berusaha menyajikan kosakata serapan dari bahasa Arab yang mempunyai
relevansi terhadap novel yang bernuansa Islami. Kata serapan yang ditemukan
dalam novel TCZ ini antara lain: berzikir, ya Rabbi, bertakbir, azan, masjid,
sunnah Rasul, syariat, mahar, jamaah,
dan lain-lain.
1.2 Kajian
Stilistika: Bahasa Figuratif
Bahasa
figuratif adalah bahasa bermakna kias atau makna lambang. Bahasa figuratif
dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan pengarang. Bahasa
figuratif mampu menghidupkan suasana, mengandung nilai estetika yang mendorong
timbulnya kesan yang menyenangkan terhadap pembaca. Bahasa figuratif meliputi:
permajasan, tuturan idiomatik dan peribahasa. Majas yang ditemukan dalam novel
TCZ yaitu:
1) Majas Perbandingan
Data:
Zahrana kaget
bagai disambar petir
(TCZ:63)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas
perbandingan. Majas perbandingan ditandai dengan penggunaan kata pembanding:
seperti, bagai, bagaikan, bak, laksana dan lain-lain. Data bagai disambar
petir dialokasikan keadaan yang dialami Zahrana bahwa karena terlampau
kagetnya diibaratkan disambar petir. Penggambaran rasa kaget yang sangat dalam
itu diungkapkan atau dibandingkan seakan-akan disambar petir.
2) Majas Personifikasi
Majas
personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati
atau tidak bernyawa seolah-olah memilki sifat-sifat kemanusiaan.
Data:
Dinding-dinding
kamarnya seakan hendak menggenjetnya.
(TCZ:13)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas
personifikasi bahwa benda mati yaitu dinding kamar yang digambarkan bisa
menggenjet seperti yang dilakukan manusia. Padahal, perbuatan menggenjet itu
hanya bisa dilakukan oleh manusia sebagai benda hidup dan tidak bisa dilakukan
oleh benda mati.
3) Majas Hiperbola.
Majas
hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan,
dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
Data:
Jeritannya menyayat hati
siapa saja yang mendengarnya.
(TCZ:48)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas
hiperbola. Suatu bentuk pernyataan yang melebih-lebihkan bahwasanya tidak
mungkin sebuah jeritan dapat menyayat atau mengiris hati manusia. Majas
hiperbola tersebut berfungsi menggambarkan sebuah jeritan yang sangat keras
sehingga dapat menyayat hati bagi yang mendengar.
4) Majas Anadiplosis.
Majas
anadiplosis adalah majas yang berwujud perulangan kata atau frasa terakhir dari
suatu klausa/kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa/kalimat
berikutnya.
Data:
... detik berkumpul menjadi menit.
Menit berkumpul menjadi jam. Jam berkumpul menjadi hari. Minggu
berkumpul menjadi bulan....
(TCZ: 27)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas
anadiplosis yaitu perulangan frasa atau kata menit, frasa selanjutnya yaitu
jam. perulangan tersebut terletak pada kata atau frasa terakhir menjadi kata
atau frasa dari klausa/kalimat berikutnya.
5) Majas Metafora
Majas
metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung
atau kiasan langsung.
Data:
Tiba-tiba ia
tersenyum simpul.
(TCZ: 41)
Analisis
data:
Data tersebut menunjukkan majas
metafora. Majas tersebut melukiskan senyuman yang seakan-akan memikat yang
hanya sekejap. Senyuman itu memikat yang mengingatkan pada hal-hal yang terjadi
sebelumnya.
·
Kajian
Stilistika: Idiomatik
Idiomatis
adalah kata-kata yang mengandung makna idiom. idiom merupakan pola-pola
struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa. Biasanya idiom berbentuk
sebuah frasa dan maknanya tidak diterangkan secara logis. Kata idiomatik dalam
novel TCZ ini adalah sebagai berikut:
Data:
Saat itu kenapa ia
begitu tinggi hati. ia masih memandang rendah pekerjaan...
(TCZ: 3)
Analisis data:
Ungkapan idiomatik tersebut terlihat
pada frasa “tinggi hati”. secara harafiyah kata tinggi merupakan kata sifat,
dan kata hati merupakan salah satu organ manusia. ungkapan idiom ini menggambarkan seorang
Zahrana yang mempunyai sifat sombong dan angkuh, karena status sosial yang ia
sandang menjadikan dia bersikap–sombong–merendahkan orang lain yang status
sosialnya lebih rendah.
Data:
Lantas ia menunjukkan data-data yang
menguatkan dugaannya. Lina menanggapinya dengan kepala dingin.
(TCZ: 56)
Analisis
data:
Tuturan idiomatik terlihat pada
frasa “kepala dingin”. Makna idiom adalah tenang atau sabar. Hal tersebut
tergambar dari sikap Lina yang tenang dan sabar dalam menghadapi sikap Zahrana
yang sedang dibakar emosi yang menduga bahwa pak Karman yang telah membunuh
calon suaminya.
·
Kajian
Stilistika: Pribahasa
Pribahasa adalah satu satu bentuk
idiom berupa kalimat yang susunannya tetap dan menunjukkan perlambang
kehidupan. Dalam novel TCZ ini ditemukan peribahasa yang berasal dari bahasa
Jawa.
Data:
Zahrana berkata
pelan dalam hati. “becik ketitik olo kethoro!” ia bertakbir dalam hati.
(TCZ: 61)
Analisis
data:
Data tersebut merupakan peribahasa
yang berasal dari bahasa Jawa. Peribahasa tersebut mempunyai makna yang artinya
perbuatan baik akan diketahui, perbuatan buruk juga akan tampak. Peribahasa
tersebut melukiskan bahwasanya perbuatan buruk yang dilakukan oleh pak Karman
pada akhirnya tercium juga. Pak Karman telah mendapatkan balasan yang setimpal
dengan perbuatan yang dilakukan.
1.2 Kajian
Stilistika: Citraan.
Citraan
merupakan gambaran ynag seolah-olah menjadi pengalaman yang kongkret. Gambaran pikiran
yang berdampak pada efek pikiran yang dihasilkan oleh pangkapan panca indera.
Citraan dalam novel TCZ ini antara lain: citraan visual, citraan perasa,
citraan audio, dan citraan moral + religius.
Data:
Ruang tamu telah ia rapikan.
bunga-bunga ia tata, dan sarung bantal ia ganti dengan yang baru.
(TCZ: 7)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan adanya
citraan visual. Pengarang berusaha mengajak pembaca dengan memberikan gambaran
bahwa pembaca seolah-olah diajak untuk melihat Zahrana sedang merapikan ruang
tamu. Ruang tamu yang sudah disediakan untuk menyambut kedatangan pak Karman dn
rombongannya.
Data:
Baru saja menyalakan komputer hp-nya
berdering beberapa kali. Ada tiga SMS yang masuk.
(TCZ: 23)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan citraan
audio atau pendengaran. Pengarang menyajikan citraan ini agar pembaca mendengar
bunyi dering yang berasal dari handphone. Nada dering tersebut berbuni
sampai beberapa kali. Bunyi nada dering tersebut menandai ada SMS masuk.
data:
Geramnya sambil memukul meja di
ruang kerjanya.
(TCZ: 44)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan citraan
perasa. Pengarang mengajak pembaca seolah-olah ikut merasakan yaitu rasa
kesakitan. Rasa sakit yang timbul akibat pak Karman memukulkan tangannya di
atas meja. Hal itu dilakukan karena tersinggung bahwa hanya ia yang tak
diundang dalam acara bpernikahan Zahrana.
Data:
“Saat ini status, strata, kedudukan
sosial, pendidikan dan lain sebagainyatidak jadi pertimbangan saya Bu Nyai.
saya hanya ingin suami yang baik agamanya, baik imannya dan bisa dijadikan
teladan untuk anak-anak kelak.
(TCZ: 30)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan adanya
citraan moral yang bernuansa religius. pengarang memberikan gambaran bahwa moral seorang gadis Zahrana mempunyai
kepribadian baik. Zahrana dalam memilih calon suami, prioritas utama adalah dia
seorang laki-laki yang unggul dalam beribadah dan akhlakul karimah.
Kajian
stilistika pada novel Takbir Cinta Zahrana ini untuk menghasilkan suatu esensi
sastra yang mengandung estetika. Estetika dalam karya sastra memberikan kesan
bahwa karya sastra lebih hidup, mempunyai imajinatif yang tinggi dan nikmat
untuk dibaca. Pesan moral yang dituangkan dalam cerita ini pesan-pesan yang
mempunyai relevansi dengan nuansa religius yang tercermin dari deretan alur
yang islami. Pengarang mengajak pembaca mempunyai kepribadian yang baik sesuai
dengan tuntunan agama dan berusaha melakukan evolusi terhadap tindakan-tindakan
yang amoral.