Senin, 21 Mei 2012

esai



APA GAMIS?

            Life style modern mempunyai dampak yang besar terhadap kehidupan, baik relvansinya terhadap pola berfikir maupun gaya berpakaian. Pakaian merupakan suatu kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Dalam era modern seperti sekarang, tidak ketinggalan bahwa cara berpakaian menjadi pusat perhatian dalam berpenampilan bagi seseorang. Apalagi bagi para wanita, mayoritas gaya berpakaian sangat penting (primer) sebagai suatu poin yang menunjang untuk menunjukkan keeksotisan diri pribadi. Tidak mau ketinggalan juga, para wanita muslimah juga mengikuti trend atau mode busana masa kini. Trend pakaian muslimah yang marak pada akhir-akhir ini orang menyebutnya gamis.
            Berdasarkan etimologi kata gamis berasal dari bahasa Arab yaitu “qamish”, artinya pakaian terusan dari bagian atas tubuh sampai pertengahan betis atau mata kaki. Namun, kata qamish tersebut telah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi gamis dan mengalami pergeseran makna. Dalam KBBI, gamis bermakna kemeja, hal ini merujuk pada pakaian panjang ala Pakistan yaitu baju kemeja yang panjangnya sampai ke paha atau lebih ke bawah sedikit. Sedangkan, pakaian yang dikatakan qamish sering disebut jubah.
            Pandangan masyarakat luar, khususnya bagi para wanita di negeri ini telah memiliki perspektif yang salah dan keluar dari kaedah bahasa yaitu pembakuan bahasa.  Pengertian gamis diartikan mempunyai kesamaan makna dan bahkan tidak jauh beda dengan jubah. Sebuah perspektif bahwasanya gamis atau jubah adalah pakaian panjang yang panjangnya sampai mata kaki yang berfungsi menutupi aurat. Padahal, proses penyerapan dalam bahasa Indonesia mempunyai makna yang berbeda atau pergeseran makna. Gamis dan jubah mempunyai ciri tersendiri yang dapat diidentifikasi berdasarkan model atau panjang pakaian. Persamaan gamis dan jubah dilihat dari sudut pandang pemakainya yaitu laki-laki.
Perspektif yang tidak kalah menjadi problematika bahasa sekarang, adanya asumsi bahwa gamis merupakan pakaian panjang yang dikenakan oleh seorang wanita. Sebagian besar para muslimah berasumsi bahwa gamis merupakan pakaian bagi para muslimah. Perspektif ini semakin marak dengan munculnya pakaian panjang berbagai macam mode dan motif yang dikeluarkan oleh pihak produsen atau desainer. Perspektif ini belum diketahui apa latar belakang yang menyebabkan asumsi tersebut familiar di kalangan masyrakat atau para wanita muslimah sebagai pakaian muslimah. Padahal, pakaian panjang yang dikenakan oleh para wanita sudah ada padanan kata-nya yaitu longdres. Dalam KBBI longdres adalah gaun panjang sampai menutupi mata kaki. Kata longdres tidak terasa asing kita dengar, namun rujukan bagi pemakaian kata longdres itu identik dengan pakaian panjang yang mewah dan megah, tidak diiedentikkan dengan pakaian panjang muslimah. Jadi, problema bahasa tersebut diakibatkan sebuah perspektif yang mendominasi pemahaman masyarakat berdasarkan konvensi voting, meskipun pada dasarnya adalah salah tafsir dan tidak mengetahui makna yang sebenarnya.

kajian stilistika


KAJIAN STILISTIKA NOVEL TAKBIR CINTA ZAHRANA
KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

            Stilistika merupakan kajian sastra yaitu sebagai alat yang digunakan untuk menganalisis karya sastra baik meliputi unsur intrinsiknya maupun unsur ekstrinsiknya. Pada hakikatnya stilistika merupakan kajian yang menitikberatkan pada kajian gaya bahasa. Gaya bahasa yang berhubungan dengan gaya bunyi, gaya diksi, gaya citraan dan majas. Stilistika mengalami perombakan yang jauh lebih luas yang mana memandang stilistika sebagai alat yang bisa digunakan untuk menganalisis unsur ekstrinsik karya sastra misalnya: latar belakang pengarang, pendidikan pengarang, dan sosial budaya dari pengarang. Hal tersebut mempunyai relevansi yang erat dan peran yang penting dalam menghasilkan karya sastra. Kesinambungan tersebut akan menciptakan sebuah karya yang kompleks yang akan tercermin karakteristik dari pengarang tersebut.
Setiap pengarang mempunyai ciri khas atau karakter yang berbeda satu sama lain. Karakter tersebut dimanifestasikan dalam setiap karya yang ia ciptakan. Salah satu pengarang yang berkarakter adalah Habiburrahman El Shirazy. Habiburrahman El Shirazy yang kerap disapa dengan kang Abik adalah sastrawan sekaligus da’i muda yang mulai mencuat namanya dengan hasil ekranisai dari novelnya yang berjudul Ayat-Ayat Cinta (2004). Kang Abik memutuskan diri untuk menjadi penulis dengan aliran sastra islami. Kebanyakan karyanya yang berasaskan diri tentang keislaman terutama tentang cinta yang bernafaskan Islam. Salah satu karya novel tentang problema cinta yaitu Takbir Cinta Zahrana. Novel ini bercerita tentang seorang gadis yang sukses menata karirnya dilingkup pendidikan. Punya pekerjaan yang terhormat dan bisa dibanggakan. Namun, ada satu poin yang menjadi gejolak jiwa bagi setiap wanita yang sudah berusia matang yaitu pernikahan. Keputusan awal ia lebih mengedepankan pendidikan dari pada berumah tangga, akibatnya Zahrana dengan usia tiga puuh empat tahun belum menemukan jodoh yang ia harapkan. Berbagai cobaan datang padanya, sampai suatu ketika diakhir cerita dia menemukan jodoh yang tidak lain adalah mahasiswa bimbingannya waktu kuliah, yang umurnya terpaut empat tahun lebih muda dari Zahrana.
Berikut akan dipaparkan kajian stilistika dalam novel “Takbir Cinta Zahrana (TCZ)” karya Habiburrahman El Shirazy. Tujuan kajian stilistika ini adalah untuk mendeskripsikan yang fokus terhadap diksi, bahasa figuratif, citraan dan pengungkapan makna yang berhubungan dengan sosio-kultural pengarang dalam novel “Takbir Cinta Zahrana”. Stilistika novel  “Takbir Cinta Zahrana” karya Habiburrahman El Shirazy terletak pada pemberdayaan penggunaan segenap potensi bahasa sebagai sarana sastra yang memiliki daya ekspresi, makna assosiatif, kaya kata konotasi dan berunsur islami. Stilistika TCZ akan nuansa intelektual yang tinggi yang selalu dikolaborasikan dengan unsur religius. Muatan cerita TCZ adalah budaya Jawa yaitu Jawa Tengah. Hal tersebut tidak pernah terlepas dari sosio-kultural kang Abik yang hidup dan dibesarkan dikalangan keluarga etnik Jawa. Nuansa intelektual yang dikolaborasikan dengan unsur keislaman tercermin dari perjalanan hidupnya mengarungi dunia pendidikan pesantren baik di Indonesia maupun di luar negeri (Kairo).
Stilistika TCZ sebagai saran sastra yang terkesan ekspresif, assosiatif dan provokatif dalam pemaparan cerita. Pengolahan diksi yang dimainkan dan penggunaan gaya bahasa yang kompleks membuat entitas karyanya lebih menghidupkan lukisan suasana, kondisi, sehingga memberikan efek kepada pembaca seolah-olah cerita atau lukisan dalam karya tersebut benar-benar hidup. Perpaduan gaya bahasa dan kreasi bahasa yang digunakan menimbulkan assosiasi yang lebih terkesan estetika diksinya untuk menciptakan sebuah alur yang menyatu yaitu cinta yang bernuasa islami, sehingga pembaca lebih mudah memahami.

1.1 Kajian Stilistika: Diksi
Stilistika pada pilihan kata atau diksi dalam novel TCZ ini sebagai berikut:
1) Kata Konotatif yang paling Dominan.
            Kata konotatif ini menunjuk pada makna bukan sebenarnya atau kias. Makna konotatif ini mempunyai peran aktif dalam menciptakan sebuah karya sastra dengan nilai estetika yang tinggi.
            Data:
            Matanya berkaca-kaca. kalau tidak ada kekuatan iman dalam dada ia mungkin memilih sirna dari dunia.
(TCZ:1)
            Meskipun pahit ia merasa masih akan bersabar meniti jalan terjal dan panjang sampai ia menemukan mutiara yang ia harapkan.
(TCZ:4)
Analisis data:
Data di atas merupakan beberapa cuplikan dalam novel TCZ, dari sekian kata-kata yang ditemukan banyak terdapat kata konotatif. Bentuk kalimat “matanya berkaca-kaca” dikonotasikan sebagai orang yang hendak menangis atau bahkan sudah mengalirkan air mata. Kata konotatif selanjutnya, diksi meniti jalan terjal merupakan diksi yang dikonotasikan sebagai menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan. Diksi terjal ‘jurang’ dianalogikan sebagai keadaan hidup di dunia tidak lurus, namun banyak rintangan yang akan dihadapi. Pemilihan kata selanjutnya adalah kata “mutiara”, kata ini dianggap mewakili dari suatu bentuk keindahan yaitu sosok lelaki yang diidamkan. Diksi-diksi yang bermakna konotatif tersebut diharapkan pembaca mempunyai kesan estetika tersendiri yang lebih menyentuh jiwa dari pembaca. 
2) Kosa Kata Bahasa Jawa.
            Dalam novel TCZ ini banyak ditemukan kosa kata bahasa Jawa. Hal ini dilatarbelakangi oleh faktor kultural pengarang yang dibesarkan di kalangang masyarakat etnik Jawa. Kang Abik lahir di Semarang, Jawa Tengah. Faktor kultural ini yang mempengaruhi dia dalam mencipta sebuah karya sastra.
            Data:
...“kowe mikir opo to nduk? kowe ngeteni opo? dadine kapan kowe kawin, nduk?”.
(TCZ:6)
            “Kamu masih nunggu yang bagaimana lagi, nduk?”
(TCZ:11)
            Jika kau nekat itu ibarat ulo marani pitik.
(TCZ:15)
            “Boleh San. Kalian semua ibu persilahkan dolan ke rumah ibu kapan saja”.
(TCZ:20)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan kompleksnya kosa kata bahasa Jawa yang dipakai oleh pengarang, mulai dari kata, pronomina, kata sapaan dan peribahasa dalam bahasa Jawa. Hal tersebut dipengaruhi faktor kultural pengarang yaitu kemampuan berbahasa ibu yang sudah fasih yaitu bahasa Jawa.
3) Kosa Kata Serapan: Bahasa Arab
            Dalam novel TCZ ini juga ditemukan penggunaan bahasa serapan yang berasal dari bahasa asing yaitu bahasa Arab. Kata-kata serapan yang berasal dari bahasa asing ini bertujuan untuk memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia.
            Data:
            Dialah sekarang yang paling berkuasa di majelis itu.
(TCZ:10)
Dalam hati, ia istigfar jika telah melukai ibunya.
            (TCZ:12)
            “... Mereka akan membantumu, insya Allah.”
(TCZ:19)
            “Baiklah ayah, tak kurang ikhtiar saya. Untuk menemukan...”
(TCZ:28)
            Persiapan perhelatan akad nikah dan walimatul ursy di rumah Zahrana nyaris sempurna.
(TCZ:46)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan bahwa pengarang banyak menggunakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab. Pengarang berusaha menyajikan kosakata serapan dari bahasa Arab yang mempunyai relevansi terhadap novel yang bernuansa Islami. Kata serapan yang ditemukan dalam novel TCZ ini antara lain: berzikir, ya Rabbi, bertakbir, azan, masjid, sunnah Rasul, syariat, mahar, jamaah,  dan lain-lain.
1.2 Kajian Stilistika: Bahasa Figuratif
            Bahasa figuratif adalah bahasa bermakna kias atau makna lambang. Bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksudkan pengarang. Bahasa figuratif mampu menghidupkan suasana, mengandung nilai estetika yang mendorong timbulnya kesan yang menyenangkan terhadap pembaca. Bahasa figuratif meliputi: permajasan, tuturan idiomatik dan peribahasa. Majas yang ditemukan dalam novel TCZ yaitu:
1) Majas Perbandingan
            Data:
            Zahrana kaget bagai disambar petir
(TCZ:63)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas perbandingan. Majas perbandingan ditandai dengan penggunaan kata pembanding: seperti, bagai, bagaikan, bak, laksana dan lain-lain. Data bagai disambar petir dialokasikan keadaan yang dialami Zahrana bahwa karena terlampau kagetnya diibaratkan disambar petir. Penggambaran rasa kaget yang sangat dalam itu diungkapkan atau dibandingkan seakan-akan disambar petir.
2) Majas Personifikasi
Majas personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau tidak bernyawa seolah-olah memilki sifat-sifat kemanusiaan.
Data:
Dinding-dinding kamarnya seakan hendak menggenjetnya.
(TCZ:13)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas personifikasi bahwa benda mati yaitu dinding kamar yang digambarkan bisa menggenjet seperti yang dilakukan manusia. Padahal, perbuatan menggenjet itu hanya bisa dilakukan oleh manusia sebagai benda hidup dan tidak bisa dilakukan oleh benda mati.  
3) Majas Hiperbola.
            Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.
            Data:
            Jeritannya menyayat hati siapa saja yang mendengarnya.
            (TCZ:48)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas hiperbola. Suatu bentuk pernyataan yang melebih-lebihkan bahwasanya tidak mungkin sebuah jeritan dapat menyayat atau mengiris hati manusia. Majas hiperbola tersebut berfungsi menggambarkan sebuah jeritan yang sangat keras sehingga dapat menyayat hati bagi yang mendengar. 
4) Majas Anadiplosis.
            Majas anadiplosis adalah majas yang berwujud perulangan kata atau frasa terakhir dari suatu klausa/kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa/kalimat berikutnya.
            Data:
            ... detik berkumpul menjadi menit. Menit berkumpul menjadi jam. Jam berkumpul menjadi hari. Minggu berkumpul menjadi bulan....
(TCZ: 27)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas anadiplosis yaitu perulangan frasa atau kata menit, frasa selanjutnya yaitu jam. perulangan tersebut terletak pada kata atau frasa terakhir menjadi kata atau frasa dari klausa/kalimat berikutnya.
5) Majas Metafora
            Majas metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung atau kiasan langsung.
            Data:
            Tiba-tiba ia tersenyum simpul.
            (TCZ: 41)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan majas metafora. Majas tersebut melukiskan senyuman yang seakan-akan memikat yang hanya sekejap. Senyuman itu memikat yang mengingatkan pada hal-hal yang terjadi sebelumnya.
·         Kajian Stilistika: Idiomatik
            Idiomatis adalah kata-kata yang mengandung makna idiom. idiom merupakan pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa. Biasanya idiom berbentuk sebuah frasa dan maknanya tidak diterangkan secara logis. Kata idiomatik dalam novel TCZ ini adalah sebagai berikut:
            Data:
            Saat itu kenapa ia begitu tinggi hati. ia masih memandang rendah pekerjaan...
(TCZ: 3)
Analisis data:
Ungkapan idiomatik tersebut terlihat pada frasa “tinggi hati”. secara harafiyah kata tinggi merupakan kata sifat, dan kata hati merupakan salah satu organ manusia.  ungkapan idiom ini menggambarkan seorang Zahrana yang mempunyai sifat sombong dan angkuh, karena status sosial yang ia sandang menjadikan dia bersikap–sombong–merendahkan orang lain yang status sosialnya lebih rendah.
            Data:
            Lantas ia menunjukkan data-data yang menguatkan dugaannya. Lina menanggapinya dengan kepala dingin.
(TCZ: 56)
Analisis data:
Tuturan idiomatik terlihat pada frasa “kepala dingin”. Makna idiom adalah tenang atau sabar. Hal tersebut tergambar dari sikap Lina yang tenang dan sabar dalam menghadapi sikap Zahrana yang sedang dibakar emosi yang menduga bahwa pak Karman yang telah membunuh calon suaminya.
·         Kajian Stilistika: Pribahasa
Pribahasa adalah satu satu bentuk idiom berupa kalimat yang susunannya tetap dan menunjukkan perlambang kehidupan. Dalam novel TCZ ini ditemukan peribahasa yang berasal dari bahasa Jawa.
Data:
Zahrana berkata pelan dalam hati. “becik ketitik olo kethoro!” ia bertakbir dalam hati.
(TCZ: 61)
Analisis data:
Data tersebut merupakan peribahasa yang berasal dari bahasa Jawa. Peribahasa tersebut mempunyai makna yang artinya perbuatan baik akan diketahui, perbuatan buruk juga akan tampak. Peribahasa tersebut melukiskan bahwasanya perbuatan buruk yang dilakukan oleh pak Karman pada akhirnya tercium juga. Pak Karman telah mendapatkan balasan yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukan.
1.2 Kajian Stilistika: Citraan.
            Citraan merupakan gambaran ynag seolah-olah menjadi pengalaman yang kongkret. Gambaran pikiran yang berdampak pada efek pikiran yang dihasilkan oleh pangkapan panca indera. Citraan dalam novel TCZ ini antara lain: citraan visual, citraan perasa, citraan audio, dan citraan moral + religius.
            Data:
            Ruang tamu telah ia rapikan. bunga-bunga ia tata, dan sarung bantal ia ganti dengan yang baru.
(TCZ: 7)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan adanya citraan visual. Pengarang berusaha mengajak pembaca dengan memberikan gambaran bahwa pembaca seolah-olah diajak untuk melihat Zahrana sedang merapikan ruang tamu. Ruang tamu yang sudah disediakan untuk menyambut kedatangan pak Karman dn rombongannya.
            Data:
            Baru saja menyalakan komputer hp-nya berdering beberapa kali. Ada tiga SMS yang masuk.
(TCZ: 23)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan citraan audio atau pendengaran. Pengarang menyajikan citraan ini agar pembaca mendengar bunyi dering yang berasal dari handphone. Nada dering tersebut berbuni sampai beberapa kali. Bunyi nada dering tersebut menandai ada SMS masuk.
            data:
            Geramnya sambil memukul meja di ruang kerjanya.
(TCZ: 44)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan citraan perasa. Pengarang mengajak pembaca seolah-olah ikut merasakan yaitu rasa kesakitan. Rasa sakit yang timbul akibat pak Karman memukulkan tangannya di atas meja. Hal itu dilakukan karena tersinggung bahwa hanya ia yang tak diundang dalam acara bpernikahan Zahrana.
            Data:
            “Saat ini status, strata, kedudukan sosial, pendidikan dan lain sebagainyatidak jadi pertimbangan saya Bu Nyai. saya hanya ingin suami yang baik agamanya, baik imannya dan bisa dijadikan teladan untuk anak-anak kelak.
(TCZ: 30)
Analisis data:
Data tersebut menunjukkan adanya citraan moral yang bernuansa religius. pengarang memberikan gambaran bahwa  moral seorang gadis Zahrana mempunyai kepribadian baik. Zahrana dalam memilih calon suami, prioritas utama adalah dia seorang laki-laki yang unggul dalam beribadah dan akhlakul karimah.
Kajian stilistika pada novel Takbir Cinta Zahrana ini untuk menghasilkan suatu esensi sastra yang mengandung estetika. Estetika dalam karya sastra memberikan kesan bahwa karya sastra lebih hidup, mempunyai imajinatif yang tinggi dan nikmat untuk dibaca. Pesan moral yang dituangkan dalam cerita ini pesan-pesan yang mempunyai relevansi dengan nuansa religius yang tercermin dari deretan alur yang islami. Pengarang mengajak pembaca mempunyai kepribadian yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan berusaha melakukan evolusi terhadap tindakan-tindakan yang amoral.