Jumat, 20 April 2012

cerpen cilik


BUKAN MILIKKU

Di tengah hiruk-pikuk isi rumah, malam ini terasa menguburku hidup-hidup. Kamar ini tak ada beda dengan ruang tak berpintu. Hatiku berontak, aku tidak ingin melewati malam ini. Sekuat hati berontak, secepat pula mutiara bertaburan. Tiba-tiba ada seorang yang mengetok pintu.
    tok...tok...
    (aku berjalan menuju pintu)
   “Mama”. Sapaku
   “Ya, anak mama udah siap”.
   “Tidak ma, aku tidak mengiginkan pesta ini”.
   “Sudah, kamu cepat turun ke bawah para tamu sedang menunggu”.
   (sembari berbalik jalan ke arah keluar)
            Tuhan apa yang harus aku perbuat, semua ini tidak adil. Usia yang menginjak dewasa tidak harus aku menerima kutukan seperti ini. Aku berhak menentukan kebahagiaanku sendiri. Hati kecilku menangis. Tubuh ini sudah tidak menyatu lagi. Tak lama kemudian, bibi datang menjemputku untuk turun ke bawah. 
   “Non, tamu-tamu di luar sedang menunggu kehadiran non”
   “Bi, aku tidak mau turun.”
   “Jangan gitu non, kasihan tuan dan nyonya”
   “Ayo non”. (dengan merapikan pakaianku)
Tak ada pilihan lain, aku keluar dan turun menuju tangga. Gaun putih dengan kombinasi ungu yang aku kenakan, aku tertatih-tatih menuju anak tangga untuk hadir ditengah-tengah suasana. Kakiku ikut bicara, aku mau dibawa kemana? Langkah ini hanya membawaku ke dalam penderitaan sepanjang urat nadiku. Pelan tapi pasti, aku melangkah dengan tubuh kaku. Para tamu terpesona dengan kehadiranku.
   “Waah...cantik sekali”. Kata salah satu tamu
   “Ya tidak salah lagi, dia benar-benar sempurna”. (sambil geleng-geleng kepala)
Terbesit di gendang telingaku, hal itu sangat kontradiksi dengan kenyataan hidupku saat ini. Kesempurnaan hanya milik orang-orang yang menikmati hidup dengan kebebasan. Keindahan hanya milik yang memandang. Bukan milikku. Lima menit kemudian, acara akan segera dimulai. Semua tamu membisu terhanyut dalam keheningan malam. Host acara membuka dengan alunan suara merdu menyapa para tamu. Aku hanya bisa berdiri meratapi hidup yang sebentar lagi akan menjadi seekor kupu-kupu yang tak berdaya. Tanpa terasa prosesi tukar cincin sudah di depan mata. Sebuah cincin yang menebar kemewahan menghiasi isi ruangan ini. Lingkaran cincin di jari manis sebuah tanda ikatan sakral dari suatu hubungan. Cincin berlian ini telah membeli air mata dalam kehidupanku.
Satu kata buatmu?
Kebebasan yang kunanti......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar